DENPASAR, BALINEWS.ID – Pascabencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Bali pada September 2025, isu tata kelola lingkungan kembali menjadi perhatian serius. Tumpukan sampah yang menyumbat saluran air menjadi salah satu faktor penyebab banjir, membuat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali harus bergerak cepat menata ulang sistem pengelolaan sampah. Terlebih, Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan batas waktu penutupan TPA Suwung yang menggunakan sistem open dumping hingga akhir tahun 2025.
Sebagai bagian dari upaya mempercepat penanganan masalah sampah, Pemprov Bali dikabarkan akan mendapat dukungan pendanaan dari Danantara (Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara). Dukungan tersebut dibahas dalam pertemuan antara Gubernur Bali bersama Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bali, pihak Perusahaan Harvest Waste, dan Direktur Bisnis & Komersial PLN Indonesia Power di Jayasabha, Jumat (3/10/2025).
Pertemuan itu membahas rencana pembangunan pembangkit Waste to Energy (WTE) yang akan mengubah sampah menjadi sumber energi listrik ramah lingkungan. Proyek ini diharapkan menjadi solusi permanen dalam mengatasi penumpukan sampah sekaligus memperkuat kemandirian energi di Bali. Lokasi pembangunan direncanakan berada di kawasan Pelindo Denpasar, dengan dukungan penuh dari pemerintah pusat melalui Danantara.
Sebelumnya, rencana ini juga sempat disampaikan dalam pertemuan PD KMHDI Bali bersama Ketua DPRD Provinsi Bali, Senin (15/9/2025), saat membahas dampak banjir yang melanda pulau ini. Dalam pertemuan itu disebutkan bahwa pembangunan fasilitas WTE menjadi salah satu prioritas strategis nasional yang akan mulai direalisasikan di Bali pada 2026.
Ketua PD KMHDI Bali, I Putu Dika Adi Suantara, mengingatkan agar pembangunan proyek Waste to Energy ini dilakukan secara bertanggung jawab dan tidak menimbulkan masalah baru bagi masyarakat maupun lingkungan.
“Rencana pembangunan Waste to Energy harus diiringi oleh edukasi pemilahan serta penyiapan infrastruktur penunjang seperti bank sampah di setiap banjar untuk sampah daur ulang serta memaksimalkan pemrosesan sampah organik baik melalui teba modern ataupun melalui pusat pengomposan/rumah kompos,” pungkas Dika.
Dika juga menegaskan bahwa fasilitas WTE harus lulus uji emisi dan hanya digunakan untuk mengolah sampah residu, bukan seluruh jenis sampah. Menurutnya, pendekatan berbasis edukasi masyarakat menjadi kunci agar sistem pengelolaan sampah berkelanjutan dapat berjalan efektif.
Ia menilai, Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tentang penutupan TPA open dumping seperti di Suwung harus menjadi momentum bagi Pemprov Bali untuk mempercepat transformasi sistem persampahan.
Rencana pembangunan WTE ini diharapkan tak hanya mengatasi persoalan sampah kronis, tetapi juga mendukung misi Bali menuju pulau hijau dan berkelanjutan. Jika berhasil, proyek ini dapat menjadi model nasional pengelolaan sampah berbasis energi bersih, sekaligus memperkuat posisi Bali sebagai daerah yang ramah lingkungan dan berdaya saing global. (*)