Makna Sugihan Jawa dan Bali: Ritual Suci Memelihara Kesucian Diri dan Alam Semesta

Share:

Ilustrasi persembahyangan. (Foto: Kecamatan Seririt)
Ilustrasi persembahyangan. (Foto: Kecamatan Seririt)

BALINEWS.ID – Setiap enam bulan sekali dalam kalender Bali, umat Hindu merayakan Hari Raya Sugihan, sebuah peristiwa suci yang dipenuhi dengan makna tentang penyucian diri dan penghormatan terhadap leluhur.

Ritual ini tidak sekadar serangkaian upacara dan pembakaran dupa yang harum. Di baliknya, Sugihan adalah cerita tentang manusia yang berjuang untuk mempertahankan identitasnya dalam arus zaman yang terus berubah.

Sugihan terbagi menjadi Sugihan Jawa, yang jatuh pada Kamis Wage Wuku Sungsang, dan Sugihan Bali yang menyusul keesokan harinya. Meskipun disebut “Jawa” dan “Bali”, istilah ini lebih merujuk pada makna filosofis daripada geografis.

BACA JUGA :  Pembangunan Puspem Gianyar Dimulai, Tunas Jaya Menang Tender Rp 91 M

Dikutip laman Desa Menyawali, Buleleng, Sugihan Jawa dikenal fokus pada penyucian makrokosmos atau alam semesta, yang dilambangkan dengan upacara banten pengerebuan dan prayasita yang menghormati Ida Batara, leluhur, dan dewa-dewa yang bersemayam di palinggih atau pura. Dipercaya bahwa dalam sugihan ini, dewa-dewa turun untuk menerima persembahan yang disiapkan.

Di sisi lain, sugihan Bali lebih menitikberatkan pada penyucian mikrokosmos atau diri sendiri. Pendekatan ini meliputi pembersihan fisik dengan menghilangkan kotoran dunia maya melalui ritual ngererata atau mabulung, serta pembersihan rohani melalui yoga semadi untuk membersihkan suksma sarira dan antahkarana sarira. Tujuannya adalah untuk mencapai kesucian batin dengan menahan diri dari godaan indria.

BACA JUGA :  3 Periode! Dayu Surya Dikukuhkan Jadi Ketua PKK, Posyandu dan Dekranasda Gianyar, Ini Program Kerjanya

Namun, di tengah arus modernisasi dan gaya hidup yang semakin cepat, makna Sugihan mulai memudar di kalangan generasi muda. Banyak dari mereka mengenal Hari Raya ini hanya sebagai bagian dari serangkaian perayaan Galungan tanpa memahami esensi sebenarnya.

Sugihan juga menjadi simbol perjuangan masyarakat Bali dalam menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan, sesuai dengan konsep Tri Hita Karana yang menjadi filosofi hidup di Pulau Dewata. (*)

Catatan: Jika Anda memiliki informasi tambahan, klarifikasi, atau menemukan kesalahan dalam artikel ini, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui email atau melalui kontak di situs kami.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Lainnya

BANGLI, BALINEWS.ID – Seorang petani bernama I Nengah Ruta (67), warga Banjar Guliang Kawan, Desa Bunutin, Kecamatan/Kabupaten Bangli,...

GIANYAR, BALINEWS.ID – Untuk memastikan keamanan dan ketertiban masyarakat (Harkamtibmas) tetap terjaga, Polres Gianyar menggelar patroli skala besar...

KLUNGKUNG, BALINEWS.ID — Anggota DPRD Kabupaten Klungkung, Drs. I Nyoman Sukirta, kembali menunjukkan komitmennya terhadap kebersihan lingkungan dan...

JEMBRANA, BALINEWS.ID – Masyarakat di Kabupaten Jembrana dihadapkan pada gelombang kekecewaan terhadap Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB),...

Breaking News

Berita Terbaru
SMA
AS
LSD
GWK
BBM
P3K
BSU
DLH
OTA
CSR
BK
HIV
ABK
Teh
LPG
SIM
PNS
NTT
STT
PBB
PON
Bir
PMI
DIY
SBY
BCL
Art
SMP
PAW
IKN
PHK
NIK
USG
Pil
ATM
atv
DPR
AHY
kos
PSN
IU
PKB
ASN
KPK
BNN
PAD
TKP
KAI
SEO
BSN
Tas
lpd
5km
Run
Sar
UKT
tni
bkk
PLN
api
KTP
KEK
MoU
Kue
WNA
PMK
BPS