DENPASAR, BALINEWS.ID – Puluhan warga dari Desa Adat Selat, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, mendatangi Kantor Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali di Renon, Denpasar, Senin (21/7). Mereka menuntut kejelasan atas konflik berkepanjangan terkait proses Ngadegang Bendesa (pengangkatan bendesa) di desa mereka yang dinilai belum menemukan solusi memuaskan.
Sayangnya, kedatangan mereka tak membuahkan hasil sesuai harapan. Ketua MDA Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, yang ingin ditemui langsung oleh perwakilan warga, tidak berada di tempat. Perwakilan warga hanya diterima oleh Penyarikan MDA.
Salah satu tokoh Desa Adat Selat, I Ketut Ngenteg alias Bento dari Banjar Adat Selat Kaja Kauh, menyatakan kekecewaannya. Ia menilai MDA Bali tidak responsif terhadap situasi yang berkembang di desanya.
“Terkait kasus di Desa Adat Selat, kami mencurigai adanya permainan atau keberpihakan oknum tertentu di internal MDA. Kami ingin Ketua MDA, Ida Penglingsir Agung, datang langsung ke Selat agar tahu kondisi sebenarnya. Jangan hanya mengandalkan laporan bawahan yang tidak memahami utuh persoalan di lapangan,” tegas Bento.
Dalam pertemuan terbatas di kantor MDA Bali, delegasi warga hanya diterima oleh Penyarikan Bidang Hukum. Dari sekitar 50 orang yang datang mewakili tiga banjar adat, hanya 10 orang yang diperkenankan masuk.
“Ini menjadi pertanyaan besar bagi warga. Kenapa saat kelompok pendukung I Ketut Pradnya, yang justru menjadi sumber konflik, bisa diterima dalam jumlah banyak? Kami yang datang damai dan ingin kejelasan malah dibatasi,” ujarnya penuh heran.
Sebagai mantan Kelihan Adat dan tokoh yang lama terlibat dalam urusan adat di Selat, Bento mengaku memahami betul akar permasalahan. Ia menyayangkan sikap MDA Bali yang dinilai enggan turun langsung menyentuh persoalan di bawah.
“Sejak lama kami sudah meminta agar MDA Bali hadir ke desa untuk memberikan pembinaan, khususnya terkait Perda Nomor 4 tentang Desa Adat dan mekanisme Ngadegang Bendesa. Tapi tidak pernah ada tindak lanjut,” katanya.
Menurutnya, informasi yang diterima MDA selama ini diduga hanya sepihak. Ia pun mendesak Ketua MDA, Ida Penglingsir Agung, turun langsung ke Desa Selat.
“Jangan hanya duduk nyaman di kantor ber-AC. Kami warga siap menerima dengan baik jika beliau datang, karena niat kami jelas: membenahi desa adat, bukan membuat keributan,” ujar Bento.
Ia menegaskan bahwa konflik di Desa Adat Selat sudah terlalu lama berlangsung tanpa penyelesaian konkret. Jika dibiarkan berlarut-larut, ia khawatir akan muncul gesekan sosial yang lebih besar.
“Kami minta MDA mengambil tanggung jawab moral dan kelembagaan. Jika sampai terjadi sesuatu yang tak diinginkan, siapa yang akan bertanggung jawab? Jangan abaikan tugas sebagai pembina desa adat,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Bento menyatakan kesiapan untuk memaparkan secara lengkap seluruh permasalahan yang terjadi di Desa Adat Selat, dengan harapan agar MDA tidak lagi menutup mata dan segera bersikap bijaksana demi meredam potensi konflik lebih luas.